Sabtu, 19 November 2011

Cagar Alam atau Taman Wisata Alam? (Pulau Sempu, "Malang")

Pulau Sempu merupakan sebuah pulau kecil yang berada di sebelah selatan Pulau Jawa. Pulau ini termasuk ke dalam wilayah kabupten Malang, Jawa Timur. Pulau ini berstatus Cagar ALam (CA) yang berarti merupakan kawasan suaka alam karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami (zero management). Yang boleh dilakukan di CA hanya kegiatan yang bersifat penelitian dan pendidikan yang menunjang budidaya. untuk bisa masuk ke CA pulau sempu, harus mengantongi ijin dari Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSA) Surabaya, tentunya dengan tujuan yang jelas dan sesuai ketentuan.Istilah gampangnya cagar alam merupakan daerah yang seharusnya diisolir dari kegiatan manusia. Berbeda dengan taman wisata alam yang ditetapkan terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. orang boleh keluar masuk kawasana secara bebas.

Kondisi CA pulau sempu saat ini begitu memprihatinkan. Statusnya sebagai CA tidak tampak lagi.. ini Bisa terlihat dari banyak wisatawan yang berkunjung kesana untuk berekreasi, sekedar bakar ikan, camping bahkan kegiatan foto session. Menurut informasi, wisatawan bisa masuk dengan mudah hanya dengan mengisi daftar pengunjung di Resort (semacam kantor penjaga) CA Sempu di seberang pulau. Karena harus menyebrang selat, disediakan pula kapal penyebrangan khusus dan banyak. Segara Anakan menjadi lokasi incaran utama bagi para wisatawan. Sungguh keterlaluan, dalam sehari wisatawan yang memasuki kawasan dapat mencapai 40 orang di hari biasa, dan 200 orang di akhir pekan dan hari libur. Padahal hanya demi mengunjungi bentukan pantai yang terhalang karang, sungguh tidak sebanding dengan kerusakan yang terjadi.

Soal dampak yang terjadi jangan ditanya, antara lain rusaknya pepohonan dan banyaknya sampah. Bagaimana tidak, jumlah wisatawan yang terus meningkat terus membuat dan memperlebar jalan yang tadinya kecil bahkan tidak ada menjadi begitu lebar. Sampah bekas makanan dan minuman dibuang sembarangan di sepanjang jalan. Mungkin karena tidak ketahuan atau sudah menjadi budaya. Rusaknya pohon-pohon berarti rusaknya habitat bagi satwa yang ada di dalamnya, burung, mamalia, serangga dan komponen ekosistem lainnya serta merta berubah pula.

Sungguh ironis, cagar alam yang seharusnya dijaga dan dilindungi, malah dipakai tempat wisata yang diperlakukan seenaknya. Setiap beberapa bulan sekali selalu ada pemantauan dari BKSDA. Saat itu tidak boleh ada wisatawan yang masuk, hanya saat itu, namun setelah selesai pemantauan kegiatan wisata kembali seperti semula.
ditambah lagi orang yang pernah berkunjung ke pulau menceritakan ke teman-temannya untuk datang dan bahkan kalo anda Searching di google dengan keyword pulau sempu, yang keluar adalah informasi tentang promosi pariwisata ke pulau, bagaimana menuju kesana bukan himbauan/informasi tentang cagar alamnya.

Oleh karena itu, perlu adanya pembenahan sistem. Undang-undang sudah jelas, peraturan pemerintah sudah banyak, tinggal bagaimana melaksanakannya sesuai kaidah yang berlaku. Pemerintah harus tegas dalam menentukan sikap.

Kamis, 13 Januari 2011

Birdwatching for Bird Conservations



Pengamatan Burung untuk Konservasi Burung


Mengamati alam dan hidupan liarnya adalah kegiatan yang besar maknanya untuk mendekatkan manusia kepada alam. Burung adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Burung adalah indikator yang baik untuk mengidentifikasi daerah yang kaya keragaman hayatinya, termasuk perubahan dan masalah lingkungan yang ada. Burung mempunyai ciri morfologi yang khas, antara lain memiliki paruh, sayap dan kaki yang berbeda-beda bentuknya tergantung jenis, jenis makanan dan habitat tempat hidupnya. Burung berbeda-beda warna dan bentuknya. Ada yang warnanya cerah cemerlang atau hitam legam, yang hijau daun, coklat gelap atau burik untuk menyamar, dan lain-lain. Ada yang memiliki paruh kuat untuk menyobek daging (elang), mengerkah biji buah yang keras (burung manyar), runcing untuk menombak ikan (burung kormoran), pipih untuk menyaring lumpur (bebek), lebar untuk menangkap serangga terbang (burung kacamata biasa), atau kecil panjang untuk mengisap nektar (kaua). Ada yang memiliki cakar tajam untuk mencengkeram mangsa, cakar pemanjat pohon, cakar penggali tanah dan serasah, cakar berselaput untuk berenang, cakar kuat untuk berlari dan merobek perut musuhnya dan sebagainya.
Indonesia memiliki keanekaragaman jenis burung yang tinggi, mengingat letak geografis Indonesia yang dilewati garis khatulistiwa yaitu sebesar 17% atau sejumlah 1400 jenis dari kekayaan jenis burung dunia. Peran burung di alam antara lain merupakan sumber ilmu pengetahuan dan teknologi, mengembangkan sosial budaya manusia, membangkitkan nuansa keindahan yang merefleksikan penciptanya, sebagai sumber kehidupan, penghidupan dan kelangsungan hidup bagi manusia, karena potensial sebagai sumber pangan, obat-obatan serta kebutuhan yang lain.
Beberapa tahun belakangan ini telah tumbuh kegiatan pengamatan burung (birdwatching) di kalangan pemuda dan pelajar. Pengamatan burung merupakan kegiatan mengamati burung di alam bebas. Melihat burung di alam memiliki impression tersendiri dibanding melihat burung yang dikurung di sangkar. Orang yang mengamati dan menaruh perhatian kepada burung dapat disebut pengama/pemerhati burung (birdwatcher). Saat ini jumlah pengamat burung di dunia terus berkembang pesat tak terkecuali di Indonesia. Banyak dibentuk organisasi-organisasi pengamat dan pemerhati burung. Di Indonesia, kelompok-kelompok pengamat burung memang sudah lama ada, terutama di wilayah Jawa dan Bali. Eksisnya kelompok pengamat burung juga ditunjang oleh kekuatan biodiversitas burung yang ada di Jawa, Bali dan seluruh Indonesia dan juga organisasi-organisasi internasional yang eksis dalam konservasi burung seperti Birdlife International Indonesia dan Wetland International Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan masih banyak lagi kelompok-kelompok pengamat burung yang tersebar di Indonesia. Sedangkan di tingkat internasional, misalnya Birdlife International, Wetland International, the World Wide Fund for Nature (WWF), The Wildlife Conservation Society, dan The Oriental Bird Club.
Mengamati burung di alam bebas tidaklah sulit, namun perlu metode serta pengetahuan tentang teknik-teknik pengamatan di lapangan. Seekor burung mungkin berada di tempat yang tinggi dan tidak begitu jelas terlihat karena terhalang oleh rapatnya dedaunan. Oleh karena itu, dalam pengamatan dibutuhkan teropong (binokuler atau monokuler) dan buku panduan lapangan (buku panduan lapangan John MacKinnon untuk Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Bali). Dalam pengamatan yang tidak kalah penting adalah memperhatikan hal-hal berikut, antara lain warna pakaian tidak boleh terlalu mencolok, memakai sepatu, tidak gaduh, dan membuat catatan lapangan.
Mengamati burung adalah aktivitas yang sangat menyenangkan, terlebih lagi bila dilakukan secara berombongan bersama anggota keluarga, teman, sahabat atau kerabat, sangat seru. Kegiatan pengamatan burung adalah perpaduan kegiatan petualangan, ilmiah, pendidikan dan konservasi. Saat ini banyak pihak yang mengembangkan kegiatan pengamatan burung di alam sebagai kegiatan alternatif cara mencintai burung tanpa harus memeliharanya dalam sangkar. Semakin lama melakukan kegiatan tersebut, maka sang pengamat burung akan makin mencintai aktifitasnya dan merasakannya sebagai sebuah seni dan hobi.
Semakin berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan ternyata berdampak pada semakin berkurangnya keanekaragaman jenis burung dengan punahnya spesies-spesies tertentu. Faktor-faktor yang mendorong semakin meningkatnya kepunahan antara lain: kerusakan hutan, kerusakan habitat, fragmentasi habitat, kerusakan ekosistem, perubahan iklim global, perburuan, penyakit dan polusi. Oleh karena itu, peran pengamat dan pemerhati burung sangat diperlukan. Pengamat burung berfungsi seperti mata dan telinga untuk mengawasi keadaan planet kita. Daftar jenis dan pengamatan mereka sangat penting bagi ilmuan dalam menentukan upaya pelestarian lingkungan. Secara tidak langsung, ketika kita mengamati burung di alam, kita telah mencintai burung dan menghargai hak kebebasan hidup burung di alam liar. Menikmati keindahan burung serta kicauannya menjadi hak semua orang. Menjaganya agar terus lestari adalah menjadi tugas kita bersama. Hal itulah yang menghubungkan antara pengamatan burung dengan konservasi. Kegiatan-kegiatan pengamat burung dalam upaya konservasi antara lain mengadakan seminar pendidikan lingkungan, lomba pengamatan burung dan pertemuan pengamat burung sedunia.

Jumat, 22 Oktober 2010

Elang Jawa (Javan Hawk-eagle)

Status konservasi : Terancam

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan: Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Aves

Ordo: Falconiformes

Famili: Accipitridae

Genus: Spizaetus

Spesies: S. bartelsi

Nama binomial

Spizaetus bartelsi

Elang jawa merupakan salah satu jenis burung pemangsa yang unik dan hanya terdapat di Pulau Jawa. Ciri khasnya memiliki mata yang garang dan jambul yang indah serta paruh yang kokoh dan tajam untuk mengoyak mangsanya. Karena kenampakan elang jawa yang nama latinnya Nisaetus bartelsi, mempunyai kemiripan dengan burung Garuda lambang negara Indonesia maka pada tahun 1993 ditetapkan sebagai lambang satwa langka.

Apakah Burung Garuda Sama Dengan Elang Jawa?

Pertanyaan di atas dapat saja dijawab ya, karena mungkin saja penciptaan burung garuda sebagai lambang negara kita didasarkan pada pengenalan para pejuang kemerdekaan terhadap elang jawa yang pada saat itu masih sering dijumpai karena populasinya masih banyak. Jambul elang jawa dapat menjadi salah satu ciri kesamaannya dengan burung garuda, lambang negara kita. Untuk mengenal lebih dekat lagi, sebaiknya kita telusuri ciri-ciri morfologi burung elang jawa ini.

Anak

Pada waktu baru menetas hingga berumur sekitar dua minggu, anak elang jawa masih berbulu kapas halus dan berwarna putih. Tidak lama kemudian akan tumbuh bulu jarum yang akan berkembang menjadi bulu burung periode pertumbuhan dengan bentuk mendekati sempurna dan berwarna gelap. Dalam periode ini jambul mulai tumbuh dan matanya berwarna hitam serta belum bisa terbang.

Elang Muda

Elang muda bercirikan jambul yang sudah tumbuh. Warna bulunya coklat dengan warnakemerahan pada wajah,dada, dan perut. Sedangkan tengkuk, sayap punggung, tungging dan ekornya berwarna coklat gelap. Matanya berwarna biru, kemudian secara bertahap warnanya akan memudar menjadi kuning muda. Taji serta bulu pada kakinya mulai tumbuh.

Elang Dewasa

Seperti halnya pada semua jenis elang, burung betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dan lebih kekar daripada jantan. Panjang tubuh berkisar antara 60 dan 70 cm dengan bobot sekitar 2,5 kg. jambulnya berwarna kehitaman dengan warna putih pada ujungnya. Matanya berwarna kuning. Kepala, punggung sayapa dan ekornya coklat tua dengan ujungnya berwarna krem. Leher dada dan perutnya berwarna cokelat dengan garis-garis coklat tua atau kehitaman. Pada ekornya terdapat empat buah pita berwarna hitam, namun pada umumnya hanya terlihat tiga buah pita yang terdapat pada pangkal ekor sering tersembunyi.kakinya relatif pendek dan kokoh serta tertutup bulu. Tajinya panjang dan runcing.

Ukuran elang jantan dewasa lebih kecil dari betina dewasa. Secara keseluruhan warna bulunya mirip dengan betina hanya garis-garis pada perutnya tidak jelas.

Dimana dan Bagaimana Kehidupan Elang Jawa?

Elang jawa menghuni hutan hujan yang terdapat mulai dari permukaan air laut sampai ketinggian 3.000 meter. Tapi lebih menyukai daerah dengan ketinggian antara 200 hingga 2000 meter. Jenis hutan yang dihuninya meliputi hutan primer,sekunder, bahkan hutan produksi. Hutan produksi yang disukai adalah hutan pinus. Elang jawa biasanya bersarang di hutan primer, sekunder atau hutan pinus. Pohon sarang yang terpilih biasanya terletak di lereng bukit dan merupakan pohon tertinggi di sekitar daerah tersebut atau pohon yang salah satu cabangnya mencuat dari bagian tajuk jenis pohon yang telah tercatat meliputi, Rasamala, Pasang, Pinus, dan Puspa, tetapi jenis pohon yang sering digunakan untuk bersarang adalah pohon rasamala.

Sarang biasanya berbentuk seperti mangkuk dan dibuat pada dahan dengan ketinggian 30 m atau lebih dari permukaan tanah. Bahan sarang terdiri fari ranting, akar tanaman anggrek serta dedaunan.

Dalam piramida makanan di alam, elang jawa menduduki posisi puncak yaitu sebagai pemangsa hewan vertebrata lain. Berbagai jenis mamalia kecil lainnya hingga sedang seperti kelelawar, bajing, tupai, dan tikus, juga burung serta reptilia tercatat sebagai mangsanya. Ukuran mangsa yang terbesar adalah anak monyet. Tetapi mangsanya yang paling disukai adalah bajing dan tupai.

Daur Hidup Elang Jawa

Elang jawa bertelur hanya satu butir per masa bertelur. Terlurnya berbentuk lonjong dan berukuran sekitar 60 x 42 mm. cangkangnya berwarna putih kusam bebintik coklat tanah. Telur ini akan dierami induk betina selama 47 hari.

Setelah telur menetas, anak elang akan tetap berada di dalam sarang, dan selama itu pula kedua induk bekerjasama merawat anak mereka. Perawatan yang dilakukan meliputi menyuapi dan menjaga anak yang dilakukan secara bergiliran, sedangkan untuk mengerami atau menghangatkan anak hanya dilakukan oleh induk betina. Untuk memberi makan anaknya, induk jantan rajin membawa mangsa ke sarang setiap pagi sedangkan induk betina melakukannya pada siang hari atau sore hari.

Mulai umur dua minggu bulu anak elang jawa akan berangsur-angsur berganti menjadi bulu jarum yang selanjutnya tumbuh menjadi bulu sempurna yang berwarna kecoklatan. Selama pertumbuhan bulunya belum lengkap, anak akan tetap tinggal di dalam sarang.